Jumat, 18 September 2015

The Sickness Unto Death, oleh Kierkegaard




Aku belajar bahwa orang dewasa adalah orang yang bertarung melawan penderitaan sebagai manusia.  Orang yang memahami bahwa setiap orang mempunyai kehidupannya masing-masing.

Di dunia ini ada banyak kehidupan. Dan bersama dengan itu... banyak kesulitan, kebingungan dan keragu-raguan. Bukan aku saja yang memiliki masalah kehidupan, ayahku dulu juga, kamu juga. Baiklah. Mulai sekarang aku harus memikirkan bagaimana kita semua hidup. Daripada hanya memikirkan bagaimana aku hidup.

Substansi manusia itu adalah jiwa. Makhluk yang hidup dengan berbagai perasaan yang muncul setiap hari. Manusia itu tak bisa tidak memikirkan berbagai hubungan yang ada kaitannya dengan dirinya. Orang tua, teman, kekasih, pekerjaan, masa depan, dll. Saat ini aku punya hubungan yang berhubungan. Itulah yang disebut diri! Ini dan itu yang terkait diri sendiri.

Saat itu kalau begini, kalau begitu, ya... Waktu terus maju ke depan. Tapi kehidupan manusia hanya bisa dilihat ke belakang. Kehidupan itu menjengkelkan, ya? Aku banyak mengalami kesulitan dan mulai mengerti... dunia manusia.

Ada dua kehidupan manusia. Yang pertama adalah cara hidup yang bersifat sensitif. Cara hidup ini hanya mementingkan perasaan, ingin memenuhi hidupnya dengan rangsangan dari luar, hidup yang menyedihkan. Yang penting kesenangan sesaat, tidak berpikir panjang, tapi perlu hubungan yang dalam... Harta, barang bermerek, nama besar, penghargaan, jabatan. Cara hidup yang tergantung pada apa yang ada dari luar diri sendiri ini selalu membutuhkan rangsangan dari luar! Cara hidup ini membuat kemandirian hilang, dan jadi tidak bisa mengontrol diri. Orang itu selalu terbawa-bawa oleh rangsangan dari luar diri sendiri. Tak ada kedamaian dan ketenangan hati. Orang itu selalu terbawa-bawa oleh segala yang ada di luar. Sebetulnya... kehilangan diri itu sama saja dengan putus asa.

Tapi perasaan putus asa ini bisa tidak dirasakan asal tenggelam semakin dalam ke dalam rangsangan. Dan siapapun bisa hidup sehari-hari seperti biasa. Sambil terbawa ke tempat dangkal secara kejiwaan.

Tapi... masalah utama dari cara hidup ini adalah tidak bertanggung jawab pada diri sendiri. Orang itu berpikir semua tindakannya berasal dari efek luar. Dan membuang tanggung jawabnya sendiri. Dulu karena ingin menghindar dari kesulitan, aku lari ke kesenangan. Dan aku kehilangan diriku sendiri! Aku membuang tanggung jawab bagi diri sendiri. Merusak menghancurkan diri sendiri. Menuju kematian.

Tapi... untungnya aku bisa kembali ke diriku sendiri. Berkat orang yang kucintai.

Tapi memang betul dunia ini bersifat kebetulan, tapi konsekuen dan tidak realistis. Karena itu manusia mudah menjalani cara hidup sensitif yang dikuasai pengaruh dari luar.

Tapi ada cara hidup lainnya, yang kedua: cara hidup etis! Etis itu bagaimana seseorang selayaknya hidup. Jelasnya, cara hidup etis itu cara hidup yang mengandalkan diri sendiri. Dan cara hidup ini bertujuan melepaskan diri dari putus asa yang bersifat sensitif melalui tekad yang kuat. Cara hidup etis itu menerima semua tanggung jawab yang berkaitan dengan diri sendiri, memilih yang paling pantas untuk diri sendiri. Bukan orang lain yang membuat aku begini tapi aku dari keinginan aku sendiri yang kupilih dari berbagai kemungkinan. Di antara kemungkinan-kemungkinan yang ada di diri yang didapat dari tekad yang kuat saat menghadapi dunia.

Tentu saja dengan usaha sendiri. Memilih diri sendiri dengan tanggung jawab sendiri. Untuk menjadi diri yang baru, diri yang aku inginkan. Aku harus maju terus dengan kekuatan sendiri. Memilih diri sendiri dari masa depan yang tak jelas, tanpa menyalahkan orang lain. Mengalahkan kematian. Hidup.

Komik. Penerbit PT Elex Media Computindo, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar