Minggu, 15 Maret 2015

Saya Suka Hari Minggu (Karena Kompas)

Hari ini Minggu, 15 Maret 2015.
Saya sarapan pagi dengan segelas kopi dan roti gambang sambil membaca koran. Hari Minggu selalu spesial bagi saya karena Kompas Minggu.

Saya melahap rubrik Seni. Cerpennya saya pujikan, "Tepi Shire" karya Tawakal M Iqbal. Saya baru mengenal nama ini. Saya catat tentangnya.

-Tawakal M. Iqbal, lahir dan besar di Ciasahan, Kabupaten Bogor, Kampung yang diapit oleh dua sungai dan dikelilingi perbukitan. Kini menjabat sebagai Litbang Desa Barengkok dan Ketua Umum Komunitas Pasar Sastra Leuwiliang (KPSL)

Saya salinkan alinea penutup cerpen:
"Angin mulai berhenti berembus. Pohon maple di seberang itu penuh darah. Langit mulai meniru warna darahnya. Aku mulai mengemasi barang-barangku, untuk bersegera pulang. Tapi kakiku sulit untuk kupakai berjalan."



Di bawah cerpen tercetak tulisan Bre Redana tentang ASEAN Literary Festival yang akan digelar di Jakarta, berlangsung tanggal 15-22 Maret 2015. Judulnya "Media, Sastra, Debat, dan Kritik Sastra". Saya kasih stabilo di tengah artikel ini, "Entah Anda mau berkarya di bidang sastra, teater, tari, film, drama, musikal, Anda tak mudah berkelit dari tuntutan sosial zaman ini: karya harus enteng. Jangan berat-berat."

Saya suka melihat foto dan membaca tentang Christina Perri dengan judul yang indah, "Christina-Si Peri yang Bernyanyi" (Saya juga bisa jatuh cinta kepadanya). Masih dari Java Jazz 2015 yang baru berlangsung, artikel musik "Merayakan Hidup Berdetak" bercerita tentang penampilan dengan 'rasa nasi rames' trumpetis Chris Botti, disandingkan dengan "Musical happening" pianis Bred Mehldau yang tampil duo dengan Mark Guiliana. Saya simpan satu alinea ini: "Mehldau dan Guiliana menawarkan pesona lain, yaitu mengajak bertualang ke alam ketakterdugaan. Mereka seperti mengajak penonton berjalan-jalan masuk rimba nada. Menyibak lapis demi lapis lebatnya semak belukar dan menikmati pemandangan yang belum terlihat sebelumnya. Musisi jazz Idang Rasjidi menyebut petualangan musik mereka sebagai musical happening. Penikmat hanya perlu bekal harapan: apa yang terjadi terjadilah."

Setelah membaca enam puisi Goenawan Mohamad maka lengkaplah terjadi Minggu pagi saya yang bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar