Jumat, 27 Maret 2015

Sajak-Sajak Saya, dan Adek Alwi di Facebook



Sejak kecil saya suka menggambar dan mengarang.
(Saya suka melamun dan berkhayal. Cita-cita saya semasih bocah adalah menjadi pilot.)
Ketika saya bergabung dengan Facebook, puisi/sajak sedang ramai. Saya kaget mendapatkan begitu banyak nama penyair yang tidak saya kenal. Saya ketinggalan zaman. Sekarang zaman Sastra Facebook.

Saya kembali bergairah sastra. Saya bertemu lagi dengan teman-teman penyair di dunia maya setelah lama tidak bersua. Saya banyak punya teman-teman baru penyair yang muda-muda, banyak juga perempuan, ada yang cantik, ada yang manja. Sastra di Facebook menghibur saya.

Teman lama yang saya hormati Adek Alwi meminta sajak-sajak saya untuk dibicarakannya. Dia sedang getol mengulas sajak teman-teman. Saya jawab bahwa saya tidak punya sajak baru, tapi ada beberapa sajak lama yang belum diterbitkan. Tak apa-apa, jawabnya. maka saya kirim lewat inbox Facebook sajak-sajak ini.


RINDU 1

betapa banyak mimpi
menerjang dinding kamar
sudah selesai musim badai, lewat jendela
langit bersih sekali, kelompok burung
beberapa kali terbang entah pulang entah pergi
aku di sini mengeja namamu
lirih
seakan kau yang melintas di luar
kutunggu

sepi


RINDU 2

senja. pohon-pohon randu yang meranggas
telah bersemi kembali, entah untuk keberapa kali
sejak kau pergi, langit lembayung serta angin
membekukan atap rumah
aku pingin turun hujan
bagai cadar di jendela
setelah menutup korden, menyalakan lampu
berbaring di ranjang, menangis kecil
membayangkan wajahmu

samar


PADA SUATU PAGI, KAU DAN AKU

ke mana kita akan pergi? tanyaku
telaga keruh dan laut berbadai
sementara di selatan hutan terbakar
dan di taman kota kabut begitu tebal

engkau bercermin di kaca
masih saja berdandan


PADA SUATU MALAM, KAU DAN AKU

- betapa banyak bintang, katamu
asap rokokku bergulung ke langit menjadi mendung
menyamarkan pandangku
- kau selalu bicara kesenyapan, usikmu
kabut turun tiba-tiba
- marilah kita tidur, ajakmu

di kamar, kau mengusap kaca jendela yang buram
- betapa banyaknya bintang, katamu


A BITTER LOVE

Kemarin aku menemukan tubuhku di tepi pantai
tanpa kepala
Pagi ini kamu duduk di beranda
dengan koran yang bertanya,
siapa pembunuhnya?
“Kekasihku,” jawab tubuhku di kamar mayat
Dengan apa kamu dibunuh? tanyamu
“Cinta,” jawab kepalaku yang menangis
di kantong plastik hitam
jauh dalam hatimu yang berdarah


IBU

Ibu ingin menggapai bulan
Katanya bulan adalah sebuah bola yang hilang
pada masa kanaknya
Ibu dapat bulan
Dilambungkannya ke langit
Jadi matahari
Ibu ingin menggapai matahari
Katanya matahari adalah sebuah bola
yang hilang pada masa kanak ibunya


MIMPI

jika kamu tidur, sayang
mimpikan aku
jika mimpimu indah
aku tidur di dalamnya
sampai aku mimpi yang sama
jika mimpimu buruk
yakinlah, aku akan menidurkanmu sampai
aku tidur dalam mimpimu
dan bermimpi indah


WAKTU SENJA

duduk di jendela terbuka
cermin tak mau memandangmu
angin lewat tanpa menyapa
langit kelabu
pepohonan kaku

di sana, di telaga mati
seorang lelaki tua memancing sambil bernyanyi


DI RESTORAN PADA SUATU SIANG

langit kelabu rata, gedung-gedung menempel padanya
kendaraan lewat tak putus, orang-orang datang pergi dengan sibuk
angin mati entah di mana, ciliwung di depan keruh, diam
di ruangan ini musik country menggema
mengucap selamat datang selamat jalan

kaukah yang datang dan duduk di seberangku
mengatakan bahwa hari sudah malam dan
turun hujan


BIAR

biar aku lupa pada kata
agar ke mana kupergi tak usah bicara, membaca,
terusik omongan, sapaan, atau jerit siapa saja
biar aku mendengar
setiap pembicaraan seperti risik hujan,
derak batang-batang bambu, gemercik air sungai,
gelegar ombak di pantai, halilintar, atau apa saja
asal bukan kata
biar
sampai aku lupa namaku
namamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar