Selasa, 14 April 2015

Saya Suka Keluarga



Hari ini putra kedua saya ulang tahun. Dia anak tengah dari tiga saudara. Selamat ulang tahun, nak. Bahagia selalu, Tuhan memberkati.

Anak kami tiga orang, laki-laki semua. Istri saya yang baik telah mewujudkan impian saya untuk punya anak. Karena saya tidak punya rahim maka saya sangat berterima kasih untuk ini. Membayangkan betapa relanya dia mengandung dan melahirkan tiga kali, saya merasa berhutang budi. Mengingat bahwa persalinan adalah pengalaman perjuangan hidup dan mati, maka saya merasa berhutang tiga nyawa.

Saya mengenal istri saya waktu saya masih sekolah di STM. Pada suatu pagi sepulang begadang saya diajak ke rumah teman saya yang rumahnya tidak jauh dari sekolah. Kami begadang di sekolah mengerjakan pekerjaan tukang reklame membuat papan nama sekolah. Dalam keadaan teler karena sangat mengantuk saya melihat gadis adik teman saya ini. Saya masih ingat bagaimana pandangan pertamanya menatap saya. Dan ketika diperkenalkan, di telinga saya terngiang suara, "Inilah calon isterimu." Sekarang saya percaya itu suara Tuhan.

Kami berpacaran enam tahun lebih. Waktu melamarnya saya bilang (disaksikan jendela tua berteralis besi seperti penjara yang tak berubah sampai sekarang), "Marilah kita menikah, kamu urus surat-surat untuk menikah di Catatan Sipil. Saya bisa menyenangkan hidupmu, tetapi saya tidak bisa berjanji untuk menjadi kaya raya." Rasanya seperti itu yang saya katakan. Dan dia hanya mengangguk saja.

Sejak pacaran kami telah bersama-sama lebih dari empat puluh tahun. Kami menikah tiga kali: di Catatan Sipil, sebulan kemudian di rumahnya (rumah tua kesayangan kami yang kami tinggali sampai sekarang), dan di Gereja setelah anak-anak cukup besar, ikut pemutihan bagi pasutri yang belum dapat Sakramen Perkawinan.

Kami telah melewati banyak suka duka bersama. Saya belajar cinta darinya. Anak-anak kami lahir dengan direncanakan dan dibuat dengan indah. Istri saya mewujudkan impian saya menjadi ayah yang baik (meskipun saya merasa banyak bersalah). Istri saya sangat hebat karena ada tahun-tahun di mana dia mengurus empat orang anak dan yang paling tua dan paling menjengkelkan adalah saya.

Saya percaya kepada perkawinan dan sifat cinta yang memiliki. Saya orang yang lemah hati. Saya pernah baca pada sebuah poster di dinding sekolah Katolik ucapan seorang suci yang kira-kira begini, "Kepada orang yang lemah hati ceritakanlah tentang kebesaran kasih Tuhan." Istri saya adalah anugerah.

Saya pernah merasa hidup yang sangat gila, dan mengadukan derita tak tertanggungkan kepada teman baik saya. Jawabnya sedih, "Kamu masih lebih beruntung dari saya karena kamu masih memiliki keluarga."

Saya tidak mengerti tentang cinta sejati dan belahan jiwa, tetapi saya percaya bahwa saya adalah belahan jiwa istri saya. Kami akan terus bersama menjadi tua karena yang terbaik belum terjadi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar